Jumat, 12 Juli 2013

PERMAINAN-PERMAINAN 2



 by: Janti Fitri

if you are restrained by the same problem, you would rather restart it from different angles


 
Tangan-tangan kecil tengah menyusun kartu-kartu yang memiliki pasangan gambar benda yang sama di lantai. Anak itu mau memainkan permainan yang menguji memorinya. Dimana permainan itu mengharuskan anak untuk memasangkan dengan pasangannya dengan posisi kartu awal tertutup.
Sementara di dekatnya, Ibu si anak itu tengah bekerja untuk menyiapkan makan malam. Sesekali si Ibu anak gadis berambut keriting itu menoleh ke arah anaknya yang bermain untuk menenangkan hatinya dan meyakinkan bahwa si anak tidak meninggalkan tempatnya bermain.
Sudah tiga puluh menit anak itu bermain, tetapi baru sedikit kartu yang terbuka. Kemudian si Ibu berhenti dari aktifitasnya dan mulai mengamati permainan si anak. Si Ibu melihat bahwa si anak membuka kartu pada baris kedua di sebelah kanan tangannya pada urutan yang pertama. Pada kartu itu terdapat gambar wortel.
Terlihat bahwa anak selalu mengawali permainannya dengan membuka kartu tersebut, apabila kartu yang sebelumnya kembali di tutup. Intinya, si anak menjadikan kartu bergambar wortel itu sebagai patokan permainannya. Setelah diamati oleh sang Ibu, anak itu terlihat terus menerus melakukan kesalahan yang sama dalam permainannya. Kemudian, si Ibu berkata,
“JIka kamu tidak mau tertahan di kartu gambar wortel ini, cobalah kamu mulai dari kartu yang lain. Banyak sekali kartu yang belum pernah kamu buka. Mungkin di balik kartu-kartu yang tertutup itu ada kejutan buatmu. Tetapi, jika kamu tidak membuka kartu-kartu yang lain, itu artinya kamu telah melewatkan kesempatan untuk melihat adanya jawaban yang mungkin kamu harapkan dari permainanmu. Cobalah kamu mulai dari sisi yang berbeda pada kartu-kartu ini, misalnya dari tengah?” Si Ibu mengakhiri pembicaraannya dengan nada bertanya pada si anak.
Dengan patuh si anak membuka kartu benda yang berada di tengah barisan dan kemudian menemukan gambar cumi-cumi. Si anak mengingat bahwa sebelumnya dia tadi sudah membuka kartu bergambar cumi-cumi. Oleh karena itu, si anak kemudian membuka gambar cumi-cumi di sisi lain baris kartu-kartu tersebut.
“JIka kamu tertahan pada masalah yang sama, sebaiknya mulailah hal yang baru dari sisi yang berbeda.” Kata si gadis pada Ibunya sambil tersenyum.

Selasa, 09 Juli 2013

SUARA DI HALTE



by : Janti Fitri

Halte berada di dekat sekolahan itu hal yang biasa. Apalagi jika sekolah tersebut memiliki banyak murid, jadi pastilah akan banyak orang yang akan memanfaatkan bis dan halte.
Demikian juga halte bus ini yang letaknya di samping depan sebuah sekolah besar yang memuat siswa TK, SD, SMA dan sebuah sekolah khusus dengan jumlah siswa ribuan.
Setiap hari sekolah tidak pernah sepi. Karena walaupun sekolah regular liburan, sekolah khusus tidak liburan. Tentu saja ini berkaitan dengan kebutuhan berbeda dari muridnya.
Pada hari-hari biasa, jarak dengar seseorang tidaklah begitu jauh. Mereka harus saling mendekat untuk memahami apa yang dibicarakan oleh teman bicaranya. Tetapi walaupun begitu, seseorang tidak mampu mendengar suara lainnya kecuali suara teman yang berdiri di depannya. Semuanya terlihat sepi.
Suatu hari di hari libur sekolah, dimana hanya sekolah khusus yang beroperasi, seorang guru berlari-lari keluar dari dalam kelasnya karena mendengar adanya suara laki-laki yang selama ini tidak pernah di dengarnya. Dicarinya sumber suara tersebut karena kekhawatiran seorang guru yang takut akan penculikan muridnya ataupun terror bom di sekolah.
Betapa terkejutnya dia, ketika dia menemukan bahwa suara itu berasal dari halte bis yang berada di samping kelasnya. Sudah tiga tahun guru itu mengajar di sini, tetapi tidak pernah sama sekali dia mendengar seseorang berbicara dari balik temboknya, tetapi hari ini, suara itu terdengar sangat jelas.
Pikirnya, “dengan terlalu banyak suara yang masuk ke dalam telinga kita, semakin kita tidak mendengar dan malahan berubah menjadi sebuah kesunyian. Tetapi dengan diam dan tenang, maka suara jatunya jarum di tempat yang jauh pun dapat kita dengar. Oleh karena itu, jika kita ingin orang lain mendengar kita, sebaiknya tunggulah suara lain itu terdiam dan barulah kita berbicara agar tepat sasaran. Dan jika kita ingin mendengar,  baiklah kita menyendiri mencari tempat yang sepi dan membiarkan hanya satu suara yang masuk ke dalam telinga kita.”


Jumat, 05 Juli 2013

SANDAL PUTUS ROMLAH



 By: Janti Fitri


Perjalanan ke pasar memakan waktu sebentar. Jarak antara pasar dan rumah memang tidak jauh, tetapi juga tidak dekat untuk ditempuh. Apabila naik ojek, perjalanan ke pasar hanya di tempuh dalam waktu 5 menit. Tetapi jika berjalan kaki membutuhkan waktu 15 menit.
Tetapi perjalanan ke pasar dengan ojek bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh Romlah. Romlah lebih memilih untuk berjalan kaki dengan alasan:
1.  Hemat! Dengan uang Rp. 4.000,00 jatah ongkos ojek dapat digunakan Romlah untuk membeli 2 bungkul bawang putih yang berharga Rp. 3.000,00 dan 1 bungkus kecap manis.
2.  Romlah harus mampir untuk mengambil uang di ATM dan Romlah tidak mau merugikan waktu tukang ojek yang seharusnya sudah mampu untuk mendapatkan penumpang yang lain selama dia harus menunggu Romlah mengantri di ATM saat tanggal gajian.
3.  Romlah ingin tetap mempertahankan tubuhnya agar tetap langsing dan singset walaupun sudah berumur 30-an tahun. Dengan jalan kaki, Romlah berpendapat bahwa dia mampu membakar lemak-lemak di tubuhnya yang akan tetap membuatnya sehat.
Jadi, walaupun banyak tukang ojek yang memaki-makinya karena tidak mau memakai jasa mereka, tetapi si Romlah tetap pada pendiriannya.
Dan seperti hari sabtu biasanya, Romlah berjalan kaki ke pasar dengan menggunakan sandal barunya yang dibeli melalui home shopping.
Di hari yang cerah itu, Romlah berjalan dengan santai menuju ke ATM yang terletak di depan sebuah lapangan dan mulai mengantri. Cukup lama juga Romlah mengantri karena ada seorang ibu yang kartu ATM nya tertelan mesin karena dia asyik bermain dengan handphone-nya.
Sementara ibu itu kebingungan, dua orang lelaki berbisik-bisik menyalahkan si ibu,
“Hmmm…terlalu keasyikan main handphone sih..” kata lelaki bertubuh gemuk dan pendek serta memakai kaos berwarna putih.
“Iya, ‘kan biasanya kartu itu kalau tidak cepat di ambil maka akan langsung tertelan.” Kata lelaki lain yang bertubuh kurus dan tinggi serta memakai kaos berwarna kuning itu.
Sesaat kemudian antrian itu tertahan karena kejadian itu. Dan mendadak menjadi ramai karena masing-masing orang saling mengeluarkan opini mereka masing-masing. Termasuk Romlah yang memberikan saran kepada si ibu mengenai apa yang harus dilakukannya.
Tak berapa lama kemudian, orang-orang mulai kembali pada barisannya dan mengantri, tetapi Romlah sedikit kesal ketika lelaki berbaju kuning yang datang belakangan tiba-tiba menyerobot antrian. Untung orang itu hanya sebentar saja menggunakan ATM jadi kekesalan Romlah tidak berlangsung lama.
Setelah Romlah mendapatkan uangnya, maka si Romlah melanjutkan perjalanannya menuju ke pasar. Untuk ke pasar, Romlah harus melewati sebuah gereja katolik yang berseberangan dengan gereja Kristen. Karena Romlah enggan untuk kembali memutar melalui belakang gereja Kristen itu yang akan menjadikan routenya semakin jauh, maka Romlah memilih untuk melewati pasar kering dan kios-kios makanan yang terletak di dekat terminal di depan gereja Kristen.
Sementara Romlah asyik berjalan sambil terus menghafal daftar belanjaannya, tiba-tiba sandal baru Romlah putus dibarengi dengan suara laki-laki dari dalam kios makanan,
“Yaaahhh…. Putus deh sandalnya.” Kekeh lelaki itu dengan nada menggoda. Kemudian terdengar lagi suara seorang wanita,
“Sandalnya siapa yang putus?”
Tetapi pertanyaan wanita itu tidak mendapat jawaban, malahan kekehan suara lelaki itu semakin keras.
Romlah tidak memperdulikan suara-suara itu, dia kemudian mengambil sandalnya dengan santai dan mulai berpikir,
“Apabila aku lanjut perjalananku ke pasar, maka aku akan berjalan dengan kaki telanjang. Sementara pasar becek, jadi aku takut kalau kakiku gatal-gatal. Tetapi kalau aku harus berbalik pulang, cukup jauh juga aku harus kembali.”
Romlah terus berpikir sambil berjalan. Sesampainya di persimpangan jalan yang mengarahkan Romlah ke pasar dan pulang ke rumah, kaki Romlah yang mulai kepanasan karena aspal itu mengarahkannya kembali pulang.
Sesampainya di rumah, Romlah membuat teh dan duduk meluruskan kakinya dan berkata, “Ada kalanya seseorang harus berjalan cepat atau bahkan berlari. Tetapi ada kalanya kita harus kembali untuk duduk dan berdiam sejenak apabila kita terlalu cepat melangkah. Kita diminta untuk menunggu sambil menikmati waktu karena ada hal lain yang tengah dipersiapkan untuk kita, hanya saja belum selesai dikerjakan. Dan hal yang kita terima tepat pada waktunya adalah hal yang terindah untuk kita.”

Kamis, 04 Juli 2013

Bengkel

by: Janti Fitri

Seorang guru dan murid tengah duduk di ruang ketrampilan. Sang guru mengajarkan cara membuat bunga dari pita-pita. Sebelumnya sang guru memberikan contoh kepada sang murid bagaimana cara menggunting pita-pita, melilitnya dan merekatkannya pada kawat-kawat kecil.
Sang murid memperhatikan dengan seksama bagaimana caranya membuat bunga-bunga itu. Tetapi pada suatu kesempatan, perhatian sang murid teralih karena sapaan murid perempuan yang disukainya dari luar jendela kelas. Sang murid tersenyum manis membalas sapaan gadis jelita itu.
Sang guru dengan sabar mengingatkan sang murid untuk kembali memperhatikan penjelasannya. Dan kembalilah perhatian sang murid kepada gurunya. Merasa sang murid sudah memahami cara membuat bunga, lalu sang guru meminta sang murid untuk membuatnya sendiri. Menit demi menit terus berlalu dan tangan sang murid mulai mengukur pita dan memotong pita itu. Tetapi ternyata sang murid salah memotong pita dan ukurannya tidak tepat,
“Jadi bagaimana ini, guru? Potongannya salah. Saya buang saja ya dan saya akan kembali memotong pita yang lain.” Kata sang murid kepada gurunya.
“kemarikan pitamu, siapa tahu masih dapat digunakan untuk hal yang lain. Jangan dibuang!” kata sang guru kepada muridnya.
Merasa bahwa gurunya berpikir untuk memanfaatkan pita yang salah itu, maka si murid berpikir, “JIka guruku bisa, akupun pasti bisa.” Lalu kemudian katanya kepada sang guru,
“Tidak guru, biar saya saja yang memperbaikinya. Kalau guru saja bisa, masakan saya muridnya tidak bisa memperbaiki kesalahan yang saya buat sendiri.” Kata sang murid. Sang guru membiarkan sang murid melakukan hal yang menurut sang murid itu benar.
Beberapa saat kemudian sang murid sudah memutar otak untuk memperbaiki potongan pita itu, tetapi bukannya ditemukan sebuah solusi yang baik, malahan pita itu semakin kusut dan potongannya semakin jauh dari tepat. Kemudian sang guru berkata,
“Bawalah kemari biar aku perbaiki. Ada kalanya, sebuah kesalahan yang kita buat tidak mampu kita selesaikan sendiri. Itulah saat yang tepat untuk kita meminta bantuan seseorang. Mungkin orang itu lebih dahulu mengetahuinya daripada kita. Mungkin orang itu sebelumnya pernah mengalami hal yang serupa sehingga tahu bagaimana cara mengurainya.”

Kemudian sang murid menyerahkan pita itu dengan sedikit enggan karena merasa harga dirinya sempat tercabik. Tetapi kali ini dia menurut saja.

Tangan terampil sang guru mulai menjalin pita-pita itu dan menjadikannya bentuk bunga yang lain yang tidak kalah cantik dengan desain sebelumnya walaupun ukurannya jauh lebih kecil dari desain bunga yang sebelumnya.