Jumat, 18 November 2011

Gara-gara Miiko


By: Janti Fitri

Pilihlah jariku....................

Ibu jari berarti cinta
Jari telunjuk berarti suka
Jari tengah berarti biasa saja
Jari manis berarti tidak begitu suka
Jari kelingking berarti benci

BEGITUKAH CARAMU MENGUJI CINTAKU?????

Nana, bergegas cepat memasuki perpustakaan, ada janji dengan Reta hari ini. Perpustakaan sangat sepi hari ini. Nana hanya menemui Ibu Desi penjaga perpustakaan yang selalu menyapanya dengan ramah. 
"Selamat siang, Ibu Desi." sapa Nana begitu Nana masuk ke dalam perpustakaan. Ibu Desi yang sedang membaca sebuah buku tebal itu menurunkan kaca mata tebalnya dan memandang ke arah Nana. Jawabnya, "selamat siang, Nana. Sendirian? mana Reta?"
"Oh...Reta belum datang?" Nana menghentakkan kakinya pelan. Ibu Desi menggeleng sambil tersenyum. Nana membalasnya senyuman itu dan berkata, "ah...mungkin Reta akan segera datang. Saya akan tunggu di dalam."
"Oke." kata Ibu Desi. Nana melangkah meninggalkan meja Ibu Desi, tetapi Ibu Desi kembali berseru kepada Nana, "Oh...ada kiriman buku baru, mungkin kau ingin membacanya?"
Nana berhenti, nampak sedikit berpikir kemudian menjawab Ibu Desi, "ah....mungkin nanti saja Ibu Desi, hari ini saya ingin membaca komik saja. Otak saya terasa panas sekali sehabis ujian semester. Membutuhkan sedikit refreshing, saya kira."
"Baiklah, tapi kalau kau ingin membacanya sebagai pembaca nomor satu, aku di sini untukmu." kata Ibu Desi sembari tersenyum dan menaikkan kembali kaca matanya. Nana tertawa saja kemudian melangkah di antara rak-rak buku.

Nana menuju ke sudut ruangan dengan lemari buku yang lebih pendek. Di sudut ruangan itu terdapat meja pendek dan karpet berwarna hijau yang menghampar di bawah jendela. Sudut ini banyak di sukai anak-anak, karena di sinilah surga komik dan bacaan ringan lainnya. Selain itu, dari sudut jendela ini, hampir seluruh sekolah terlihat. Jadi Nana dapat melihat kedatangan Reta.

Nana mengambil sebuah komik Jepang dengan judul Hai Miiko edisi 18. Kemudian, Nana melangkah menuju ke karpet hijau dan mulai berlutut bersiap untuk duduk. Nana menarik rok abu-abunya kemudian mulai duduk di karpet. Tak berapa lama kemudian Nana sudah mulai tersenyum-senyum membaca kekonyolan cerita itu. Tetapi tiba-tiba dada Nana bergetar membaca halaman tengah dari komik itu, tepat pada judul "Ramalannya Tepat" bagian pertama. Nana bergegas menutup komik itu dan bangkit dengan cepat. Segera tangan Nana menyimpan buku itu kembali ke dalam rak dan melesat keluar. Ibu Desi terkejut melihat Nana yang mengambil tasnya di loker, tanya Ibu Desi kepada Nana, 
"Kau tidak menunggu Reta?"
"Saya akan kembali nanti, ada yang harus saya selesaikan Ibu Desi. Dan ini penting....." Kata Nana sambil setengah berlari menuju ke pintu keluar, "sampai jumpa Ibu Desi."
"Oke, sampai jumpa. Akan ku katakan pada Reta kalau kau segera kembali." kata Ibu Desi setengah berteriak.
"Terima kasih Ibu Desi." Seru Nana dari halaman Perpustakaan.

Nana berlari melintasi lapangan upacara dan menembus taman. Nana berlari menuju ke ruang kelas XI A. Sesampainya di sana Nana bertemu dengan seorang gadis berkepang dua, tanya Nana kepada Lia gadis berkepang dua itu, "Hai Lia, eng...eh....ada Sam?"
"Tidak ada, tapi sepertinya dia ada di studio, mereka sedang latihan untuk perpisahan kakak kelas XII nanti." kata Lia kepada Nana.
"Ok makasih." kata Nana sambil tersenyum kepada Lia dan bergegas meninggalkan Lia.
"Hey..." panggil Lia. Nana menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Lia, "Bukankah kalian sudah tidak bersama lagi?" kata Lia kepada Nana. Nana hanya tersenyum sambil kemudian berlari meninggalkan Lia. Itu tidak penting, batin Nana. 

Akhirnya Nana berhasil mencapai studio musik dengan nafas yang hampir putus. Nana mengatur nafasnya di halaman studio itu. Tetapi sepertinya tidak terlalu berjalan dengan baik, karena debur dihatinya yang merupakan pertanda bahwa Nana sedang grogi lebih besar lagi denyutnya, sehingga membuatnya semakin susah bernafas. Tetapi tekad Nana lebih besar daripada debaran itu.

Segera, Nana membuka pintu studio, suara musik keras menyambut kedatangannya. Dan serombongan anak lelaki menatapnya dengan heran. Ada Eki dengan gebukan drummnya, Tomas dengan gitas bassnya, Andra dengan keyboardnya, Yakob dengan mike-nya dan Sam dengan melodinya. Kelima anak lelaki itu menatap Nana aneh, terlebih Sam yang kemudian mengalihkan tatapannya dan bersikap seolah tidak ada orang lain hanya mereka berlima.

Nana melangkah ke arah Sam dan berkata, "Sam, aku ingin bicara."
"Aku sedang latihan." kata Sam tanpa menatap Nana.
"Ku mohon." kata Nana lagi. Jreeeennnnnnnnggggggg..........genjreng Sam dengan marah. Akhirnya kelima temanny menghentikkan permainan mereka. Sam meletakkan gitarnya dengan setengah membanting, kemudian melangkah keluar. Nana mengikuti langkah kaki Sam. Sam berhenti tepat di bawah pohon mangga, dan segera berbalik memandang Nana yang mengekor di belakangnya, "Apa sekarang?'
"Tidak harus sekasar itu, 'kan?" pinta Nana kepada Sam.
"Dengar, itu tidak penting. Katakan apa yang ingin kau katakan. Cepat, aku harus segera kembali ke dalam untuk latihan." kata Sam dengan ketus.
"Hari ini aku pergi ke perpustakaan dan membaca komik Hai Miiko. Ada sebuah bagian yang mengingatkanku pada suatu hari sebelum kita putus kau, kau pernah memintaku untuk memilih jarimu, dan setelah aku memilih jarimu, kau memutuskan aku. Apakah ini semua gara-gara kau membaca komik Miiko?" tanya Nana dengan menatap dalam ke mata Sam.
"Iya." kata Sam pelan.
"Dan waktu itu aku memilih jari manis......." lanjut Nana.
"Itu berarti tidak begitu suka...." potong Sam.
"Begitukah caramu menguji rasa cintaku?" kata Nana dengan sedih. Tanpa terasa air matanya mulai menetes, "Tak pernahkah kau pikir mengapa aku memilih jari manismu? Aku memilih jari manismu karena aku ingin bahwa kisah kita akan dibawa sampai nanti, bukan hanya sekedar cinta SMA yang akan terlupakan begitu saja. Kau tahu kan kalau jari manis itu tempatnya cincin pertunangan dan pernikahan melingkar? Atau kau tak pernah melihat orang memakai cincin pertunangan dan pernikahan di jari manis? Dimanakah orang menaruh cincin pertunangan dan pernikahan? Di ibu jari kah?"
Setelah mengatakan hal tersebut, Nana melangkah meninggalkan Sam dengan sedih. Nana tidak menunggu penjelasan apapun dari Sam, karena semuanya sudah usai.

Dengan lesu Nana kembali ke perpustakaan. 

Sesampainya kembali Nana di perpustakaan, Reta langsung menyerang Nana dengan pertanyaan, "Dari mana saja kau? katanya Ibu Desi kau tadi sudah berada di sini, tetapi kau pergi, katanya ada yang penting? Apa yang terjadi? Kenapa kau tak cerita padaku? Hey...dimana aku di hatimu? Aku masih sahabatmu 'kan?"
"Reta..Reta...Reta...kau masih sahabatku, dan kau masih di hatiku.....tetapi masalahnya ini semua terjadi begitu saja dan tidak terduga....kemari aku tunjukkan padamu hal yang membuatku pergi begitu saja." kata Nana kepada Reta sambil menarik tangan Reta masuk ke sudut perpustakaan. 
"Apa maksudnya?" tanya Reta dengan bingung. Nana mengambil sebuah komik Miiko dan berkata, "Ini penyebab putusnya aku dengan Sam."
"Maksudmu?"
"Baca saja dan pahami." kata Nana sambil duduk di bawah jendela. Reta membaca baik-bak serial Miiko ini. Keheningan terjadi di antara mereka. Reta masih sibuk membaca komik Miiko sambil tertawa-tawa, tetapi belum paham juga apa maksudnya....

Nana menggaruk-garuk rambutnya sampai seperti habis disasak, kemudian kata Nana kepada Reta "Bagaimana kau tidak mengerti juga sich Nona???"
"Oke aku paham dengan cerita ini, tetapi apa hubungannya denganmu?" tanya Reta.
"Sam memutuskan aku karena ini, karena dia memintaku untuk memilih jarinya. Dan saat aku memilihnya, aku memilih jari manisnya, dan Sam menganggap bahwa itu semua benar. Sam berpikir aku tidak menyukainya." jawab Nana
"Hah??!! Sam mempercayai ramalan ini? Bodoh! Tetapi memang lebih baik begitu." Reta membelalakan matanya tapi kemudian menyurut lagi.
"Maksudmu?" Nana menatap Reta dengan keheranan.
"Sam, terlalu bodoh untukmu. Untuk apa dia mempercayai ramalan seperti ini?" kata Reta dengan bibir monyong.
"Sepertinya komik ini menjadi panutannya." kata Nana lemah.
"Bagaimana kau bisa mengatakan seperti itu?" tanya Reta lagi.
"Dia memilihku menjadi pacarnya karena aku kecil. Ini seperti Miiko dan Tapei. Aku baru menyadarinya hari ini, setelah sekian lama kami berpisah." kata Nana dengan sedih.
"Tapi menurutku dia memang bodoh."kata Reta lagi dengan pelan sebelum Sam datang menghampiri mereka. Nana dan Reta menatap Sam dengan bengong. Sementara Sam berdiri dengan canggung di hadapan Nana dan Reta, sementara wajah Sam memerah. Lalu kata Sam kepada Nana, "Na, bisa bicara sebentar?"
Nana bangkit dari duduknya dan mengikuti langkah Sam. Sam mengajak Nana keluar perpustakaan. Kini mereka duduk di kursi taman. Nana dan Sam terdiam untuk beberapa lama, hingga akhirnya Sam dengan gugup berkata kepada Nana, "Eng...be-benarkah yang kau ucapkan tadi?"
"yang mana?' tanya Nana.
"Bahwa kau memilih jari manisku karena kau ingin aku menyelipkan cincin pertunangan dan pernikahan di jari manis ini?" tanya Sam.
"Kau memang bodoh Sam," kata Nana menjiplak kata-kata Reta.
"Sepertinya memang begitu." Kata Sam. Kembali keduanya terdiam, sementara Sam menundukkan kepala dan tangannya memain-mainkan bunga rumput. Nana hanya terdiam, bingung juga apa yang akan dikatakannya.

Setelah sekian lama Nana dan Sam berdiam diri dalam semilir dinginnya angin taman, Sam memecahkan keheningan dengan berkata, "Maukah kamu...eng....memakai ini....."
"Apa?" tanya Nana heran.
"Cincin dari rumput, habis semuanya mendadak, jadi tak ada waktuku untuk membeli cincin, biar kata cuman cincin perak...." kata Sam sambil tersenyum nakal.
"Hah?!" PAK..PAK..PAK...!!!!!akhirnya Sam mendapat pukulan bertubi-tubi dari Nana.
"Apa salahku?" tanya Sam dengan wajah memelas. Nana tertawa terbahak-bahak melihat wajah Sam yang seperti itu. Nana bangkit berdiri dari bangku taman dan melangkah pergi meninggalkan Sam. Sam turut bangkit dan mengejar Nana. Selanjutnya, Sam menarik kepala Nana dan mengacak-acak rambut Nana, seperti kebiasaannya sebelum Sam meminta Nana memilih jarinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar